Hukum Mandi Junub di Air yang Tergenang, contohnya kolam
HUKUM MANDI JUNUB DI AIR YANG TERGENANG
Pertanyaan Pertama dari Fatwa Nomor:( 1641 )
Pertanyaan 1:
Apa hukum mandi junub di air yang tergenang yang tidak mengalir? Perlu diketahui bahwa di tempat kami terdapat kolam yang di dalamnya airnya tergenang dalam waktu yang lama. Ia hanya berganti dengan turunnya hujan ketika musim panas atau musim gugur. Di masjid-masjid juga terdapat kolam. Dan apa hukum larangan di dalam hadits, "Janganlah salah seorang dari kalian mandi di dalam air yang diam sedang ia dalam keadaan junub". Dan apa hukum orang yang melanggar larangan tersebut? Kemudian penduduk desa datang ke kolam ini dan membuka aurat mereka di hadapan orang-orang yang ada di sana dengan mengangkat kain sarung di atas lutut.
Jawaban 1:
Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul-Nya, keluarga dan sahabat beliau. Amma ba’du,
Pertama: Orang junub tidak boleh mandi di genangan air yang tidak mengalir berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Janganlah salah seorang dari kalian mandi di dalam air yang tergenang sedang dia dalam keadaan junub". Lalu seseorang bertanya, "Lalu bagaimana dia melakukannya wahai Abu Hurairah?" Abu Hurairah menjawab, "Dengan menciduknya".
Kedua: Jika air telah mencapai dua kullah atau lebih, dan warna, rasa atau baunya tidak berubah karena mandi junub di dalamnya, maka boleh berwudu dan mandi dengan air tersebut. Airnya juga boleh digunakan untuk bersuci dari hadats dan dari kotoran. Jika air itu berubah karena najis, maka ia tidak boleh digunakan untuk bersuci dari hadats atau untuk membersihkan kotoran berdasarkan ijmak para ulama. Namun jika berubah karena seringnya dipakai untuk mandi junub yang tidak ada najisnya, maka terjadi perbedaan para ulama tentang boleh tidaknya menggunakan air tersebut untuk bersuci. Dan yang lebih hati-hati adalah tidak menggunakannya untuk bersuci sebagai upaya keluar dari perbedaan ulama. Jika airnya kurang dari dua kullah dan orang yang junub mandi di dalamnya, lalu air itu berubah karena najis yang ada di tubuh orang yang junub tersebut, maka tidak sah bersuci dari hadas dan kotoran dengan air itu. Jika air itu tidak berubah karena najis, maka terdapat perbedaan tentang sah tidaknya menggunakannya untuk bersuci dari hadas dan kotoran. Yang lebih hati-hati adalah tidak menggunakannya untuk berwudu dan sejenisnya ketika ada air yang lain.
Ketiga: Apa yang dilakukan oleh sebagian orang, yaitu mandi junub di kolam air yang ada di lembah dan masjid, tidak diperbolehkan. Mereka wajib diberi nasihat dan dibimbing. Jika mereka menerimanya maka alhamdulillah. Jika tidak menerimanya, maka dia pantas mendapatkan hukuman dari pihak berwenang dengan hukuman yang dapat membuatnya jera.
Keempat: Menutup aurat ketika sendirian merupakan salah satu etika dalam Islam. Dan ini adalah realisasi dari rasa malu. Dan menutupnya di hadapan selain istri dan budaknya adalah wajib, dan membukanya adalah haram. Selain istri dan budak perempuan juga haram melihat aurat tersebut, kecuali karena darurat. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya dari Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu `anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
"Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat lelaki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang lelaki tidak boleh bercampur dengan lelaki lain dalam satu pakaian, dan seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian". Dan orang yang melihat seseorang membuka auratnya, wajib untuk mengingatkannya dan mengingkarinya. Jika dia menerimanya maka itu yang diharapkan. Namun jika tidak maka pihak yang berwenang hendaknya menjatuhkan sanksi terhadapnya dengan sanksi yang dapat membuatnya jera.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
Al-Lajnah ad-Daimah Lilbuhuts al- Ilmiyyah wa al-Ifta'
Ketua: Abdullah bin Baz
Wakil ketua: Abdurrazzaq 'Afifi
Anggota: Abdullah bin Ghudayyan | Abdullah bin Qu'ud
http://shamela.ws/browse.php/book-8381/page-3225
http://bit.ly/Al-Ukhuwwah
Sumber: Republika |
KOMENTAR