Apa prinsip dalam menjamak shalat ketika tetap hujan? Mohon berikan arahan kepada kami Samahatusy Syaikh
PRINSIP MENJAMAK SHALAT KETIKA HUJAN
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
Pertanyaan:
Apa prinsip dalam menjamak shalat ketika tetap hujan?
Mohon berikan arahan kepada kami Samahatusy Syaikh
Jawaban:
Jama' adalah rukhshah (keringanan) ketika turun hujan, sakit, dan dalam bepergian, demikian juga Allah 'azza wa jalla mencintai rukhsahnya dilakukan. Sehingga apabila turun terhadap kaum muslimin hujan yang menyulitkan mereka untuk menunaikan shalat Isya' pada waktunya atau Ashar bersama Zhuhur, maka tidak mengapa mereka menjamaknya sebagaimana jama' dalam safar.
Seorang musafir itu menjamak antara shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya',demikian pula kaum muslimin di sebuah negeri dan setiap tempat, apabila turun hujan terhadap mereka dan pasar pun di dalamnya menjadi licin dan banjir, maka boleh mereka menjamak antara shalat Maghrib dan Isya' dengan jama' taqdim (dilakukan di waktu Maghrib) agar tidak berat atas mereka keluar untuk shalat Isya' karena adanya hujan yang masih turun atau kondisi yang licin dan berlumpur di pasar. Adapun menjamak shalat Zhuhur dan Ashar, antara keduanya ada perbedaan pendapat diantara ulama dan yang benar adalah bahwa tidak masalah menjamak antara keduanya ketika adanya alasan yang syar'i, sehingga jika ada alasan (udzur) yang syar'i boleh menjamak shalat sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjamak shalat dalam bepergian, takut, dan sakit; seluruhnya tidak masalah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan umatnya untuk melakukan perkara sesuai kondisinya dan yang mengandung kebaikan baginya, dengan sabdanya:
"Sesungguhnya Allah mencintai engkau melakukan rukhshahnya, sebagaimana Dia tidak menyukai engkau bermaksiat kepadanya.
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjamak antara Zhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya' bukan karena takut maupun hujan. Dalam riwayat yang lain: bukan karena takut maupun bepergian. Ada yang bertanya Ibnu Abbas? Dia menjawab: Agar tidak memberatkan umatnya, agar umatnya tidak terjatuh pada kesulitan. Maka apabila kondisinya hujan, takut, atau sakit, lalu datang kesulitan tidak masalah mereka menjamak. Dan hadits ini, sekelompok ulama berpendapat: hadits tersebut manshukh (dihapus) hukumnya, namun yang benar adalah bahwa hadits tersebut tidak mansukh, akan tetapi mengandung kemungkinan bolehnya jama' karena udzur syar'i bukan karena takut, hujan, dan bepergian
seperti pengusiran, karena pengusiran juga termasuk udzur syar'i. Apabila pasar kondisinya licin dan lumpur di sekitar masjid meskipun ada sebagian jamaah, maka ini termasuk udzur, karena sebagian jamaah dekat dengan masjid, mereka tidak tertimpa kesulitan, akan tetapi jamaah yang lain tertimpa kesulitan atas mereka berupa lumpur dan halangan banjir, maka ini adalah udzur syar'i, namun apabila mereka meninggalkan jamak antara Zhuhur dan.Ashar agar keluar dari perselisihan dan bersabar atas kesulitan yang ada, maka hal tersebut perkara yang bagus insya Allah. Akan tetapi adanya kesulitan sebagai alasan yang berkonsekuensi menjamak antara Zhuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya' ketika ada keperluan dan kesulitan.
http://www.binbaz.org.sa/node/16281
KONDISI YANG TIDAK MENGGUGURKAN KEWAJIBAN SHALAT BERJAMAAH DI MASJID KETIKA HUJAN
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah
Perkataan pengarang Zadul Mustaqni'(atau gangguan berupa hujan atau lumpur)
Ini adalah jenis kesepuluh yang termasuk udzur meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah, sehingga apabila khawatir gangguan berupa hujan atau lumpur yakni jika langit sedang turun hujan dan ketika seseorang keluar shalat Jumat atau berjamaah terganggu dengan hujan, maka dia mendapat udzur.
Gangguan hujan itu akan menyusahkannya berupa basahnya baju, dinginnya udara, atau yang selainnya. Demikian pula jika dia khawatir terganggu dengan lumpur, sedangkan dulu manusia pada generasi yang pertama (shahabat), mereka terganggu dengan lumpur, karena pasar berlumpur, maka ketika turun hujan pada pasar, terdapat lumpur dan kondisi yang licin di dalamnya, sehingga seseorang merasa berat untuk datang ke masjid. Maka apabila terjadi kondisi seperti ini, maka dia mendapat udzur.
Adapun di masa kita sekarang, maka lumpur tidak menjadi gangguan karenanya, karena pasar sudah beraspal dan tidak berlumpur dan biasanya disana Anda dapati pada sebagian tempat yang rendah hujan terkumpul, dan dengan kondisi ini seseorang tidak terganggu pakaiannya maupun kedua kakinya, Maka udzur seperti kondisi ini hanyalah ada ketika hujan turun dan ketika hujan berhenti tidak ada udzur, namun pada sebagian desa yang tidak beraspal, udzur tersebut ada. Oleh karena itu dulu muadzdzin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengumandangkan adzan pada malam hari yang dingin dan turun hujan dengan ucapan:( "Ingatlah, shalatlah kalian di rumah").
Dan dipahami dari penulis Zadul Mustaqni' (atau udzur berupa hujan) bahwasannya apabila tidak terganggu dengan hujan karena hujan gerimis, maka tidak ada udzur baginya, bahkan wajib atasnya datang shalat berjamaah dan kesusahan ringan yang menimpanya, maka dia diberi pahala atasnya.
Syarhul Mumti'
Al-UKHUWWAH
http://bit.ly/Al-Ukhuwwah
KOMENTAR