Pertanyaan diajukan kepada Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhaly Hafidzahullahu Wa Ro’aahu. Pertanyaan : “ Telah muncul suatu kaedah ...
Pertanyaan diajukan kepada Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhaly Hafidzahullahu Wa Ro’aahu.
Pertanyaan : “ Telah muncul suatu kaedah baru yang bertujuan menjauhkan kaum muslimin dari Ahlul Ilmi (Ulama’), yaitu metode yang mengklasifikasikan Ulama menjadi dua jenis. Ada Ulama yang Mutasahil (bermudah-mudahan) dan ada juga Ulama yang Mutasyadid (ekstrim). Terkadang mereka katakan bahwa Ulama di daerah ‘ini’ Mutasyaddid dan Ulama di daerah ‘itu’ Mutasahil. Bagaimanakah Arahan Anda tentang hal ini ?
Asy Syaikh Rabi’ Menjawab Hafidzahullahu Ta’ala :
“ Ini merupakan kaedah-kaedah palsu yang muncul dari musuh-musuh dakwah Salafiyyah. Salafush Shalih dahulu, sebagian diantara mereka ada yang bersikap ‘keras’ dan adapula sebagian lainnya yang bersikap tenang. Tidaklah hal itu menjadi sebab mereka saling menjatuhkan satu sama lainnya.
Bahkan mereka (yang bersikap keras) ini dihargai, dihormati karena sebab telah bersikap keras terhadap Ahlul Bathil.
Sebagai contoh bagimu adalah sikap dari Hammad bin Salamah yang menuai pujian dari Al Imam Ahmad dengan pujian yang harum. Bahkan Imam Ahmad menaruh curiga atas siapa saja yang mengkritisi Hammad bin Salamah, (Beliau katakan):”Barangsiapa yang mengkritisi Hammad bin Salamah dengan kritikan yang buruk, maka hendaknya kalian curiga atas keadaan agama orang tersebut”.
Hal ini dikarenakan Hammad bin Salamah adalah seorang yang ‘keras’ terhadap Ahlul Bid’ah.
Dahulu, sikap keras terhadap Ahlul Bid’ah merupakan suatu kedudukan yang mulia menurut penilaian salaf. Akan tetapi sekarang justru keadaannya terbalik, setelah kedatangannya Ahlul Bid’ah dan Ahlud Dzholal, mereka ini mengesankan pola pikir kepada mayoritas generasi muda bahwa ‘sikap keras terhadap Ahlul Bathil’ itu tercela dan rendah. Sebaliknya, sikap berlapang dada dan toleransi menjadi hal yang istimewa dan mulia. Namun ini sangat disayangkan sekali.
Berpegang teguhlah kalian dengan Manhaj Salafiyyah, dan bersikaplah terhadap Ahlul Bid’ah dengan sikap Salafy. Namun, tidak mengapa engkau berdakwah kepada mereka dengan Hikmah dan Mauidzhah Hasanah. Apabila mereka manyambut dakwahmu, Alhamdulillah. Jikalau tidak, maka tidak mengapa engkau bersikap keras terhadap mereka dan menyebutkan keburukannya.
Bahkan Salafus Shalih bersikap sangat keras terhadap mereka, sampai tingkatan eksekusi mati (oleh pemerintah) atas sebagian mereka. Mereka juga menulis berbagai karya tulis yang sangat banyak tentangnya. Terus, sekarang apa yang mau kita komentari atas tindakan mereka (Salafus Shalih)?
Bacalah oleh kalian Kitab As Syari’ah karya Al Ajurry, baca Kitab As Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, baca Kitab As Sunnah karya Al Khallal, tentu mereka ini tidak membaca kitab-kitab karya tulis yang disebutkan. Mereka tidaklah membaca kitab-kitab tersebut, sehingga menyebabkan mereka memandang Mauqifnya (sikap / cara pandang) Salaf tidaklah berbeda dengan Mauqifnya Ahlul Bid’ah dan Ahlud Dzholal.
Bagaimana mungkin mauqif kita bisa sama dengan Jahmiyyah ? dan bagaimana mungkin mauqif kita sama dengan Syi’ah Rafidhah ? Bagaimana mungkin pula mauqif kita berada di belakangnya mereka ?
Banyak dari kalangan orang-orang yang sedang tumbuh semangat dalam mempelajari Manhaj Salafy, kemudian mereka terpengaruh dengan berbagai gelombang fitnah, sehingga mengakibatkan mereka berjatuhan. Bahkan mereka justru memusuhi Da’i – Da’i Al Haq dan As Sunnah, dengan tuduhan sebagai orang-orang yang ‘keras’.
Termasuk Saya (As Syaikh Rabi’) adalah salah satu orang yang tertuduh paling keras. Padahal saya dahulu sudah menyusun karya tulis sejak zamannya Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Al Albani, Syaikh Al Utsaimin. Pada waktu itu Saya sudah memberikan perlawanan terhadap Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh, dan seluruh kelompok-kelompok bid’ah.
Para Ulama memberikan sambutan baik terhadap kitab-kitab karya tulis ini. Para Ulama memberikan dukungan kepada Rabi’. Tidak ada seorang pun diantara mereka yang memberikan bantahan, dan tidak ada seorang pun yang mengkritisi isi karya tulis tersebut.
Bahkan Syaikh Al Albani Beliau mengatakan suatu ungkapan yang memuji Rabi’ dengan kebaikan : “Beliau (As Syaikh Rabi’) adalah pengusung bendera Al Jarh dan At Ta’dil di zaman ini”. Bagaimana pendapat kalian ?. Kemudian setelah itu Beliau (Al Albani) mengatakan :” Pada dirinya (Syaikh Rabi’)terdapat sedikit ‘Syiddah’ (sifat keras)”. Dengan adanya perkataan ini maka bergembiralah orang-orang lembek tak berprinsip dan berbangga dengannya.
Saya menghubungi Beliau (As Syaikh Al Albani), saya katakan: “Wahai Syaikh mengapa engkau menyebut saya bersifat ‘keras’ ? Beliau menjawab :”Demikianlah pandangan saya”. Saya katakan kepada Beliau :”Wahai Syaikh, yang demikian ini akan membahayakan Dakwah Salafiyyah dan bermudharat padaku”. Maka beberapa hari setelahnya Beliau “Meminta Maaf” atas ucapannya waktu itu, dan saya mengirimkan kepada Beliau Kitab “العواصم مما في كتب سيد قطب من القواصم”, dan Kitab itu merupakan karya tulisku yang paling keras. Beliau kemudian membacanya dan mendukungnya dikarenakan didalamnya adalah Al Haq, bahkan beliau mengatakan :”Hendaknya engkau tambah lagi Wahai Syaikh Rabi’, atau kalimat yang semisal dengan itu Rahimahullahu Ta’ala.
Adapun Syaikh Ibnu Baz Rahimahullah, beliau dahulu mengatakan :” Sampaikanlah bantahan-bantahanmu terhadap Ahlul Bid’ah dengan Al Hikmah dan Al Mauidzah Al Hasanah. Belum pernah beliau (Syaikh Ibnu Baz) sama sekali menyampaikan bantahan terhadapku. Demi Allah, bahkan beliau pernah menulis satu risalah yang dikirimkan kepadaku, beliau mengatakan : ”Telah datang kepadaku suatu berita bahwa engkau (Syaikh Rabi’) telah menyampaikan bantahan-bantahan terhadap Al Maududi Rahimahullah, saya sangat mengharapakan agar engkau mengirimkan kepadaku satu naskah tentang bantahan tersebut, dan janganlah ditolak permohonan ini”.
Dahulu As Syaikh At Tuwaijiry Memberikan berbagai bentuk bantahan – bantahan dengan tegas terhadap Ahlul Bid’ah, dan Syaikh Ibnu Baz memberikan dukungan serta pujian atas kitab-kitab beliau. Tidak pernah beliau mengkritik sama sekali terhadap kitab-kitab tersebut.
Bahkan beliau pernah mengkritik Syaikh Al Albani –Barakallahu fiikum-, dan Syaikh Ibnu Baz tidak menegurnya untuk diam, Syaikh Ibnu Baz tidak mengatakan kepadanya (At Tuwaijiry) :”Diamlah kamu”. Beliau tidak mengatakan :”Kamu orang yang terlalu keras”-Barakallahu fiikum-.
Syaikh Al Fauzan beliau membantah Ahlul Bid’ah di masa hidupnya Syaikh Ibnu Baz. Beliau (Syaikh Ibnu Baz) tidak mengatakan kepada Syaikh Al Fauzan :”Diamlah kamu”-Barakallahu fiikum-, bahkan justru mendukungnya.
Sudah berapa banyak kitab kami yang disanjung oleh Syaikh, Syaikh At Tuwaijiry juga memujinya. Beliau juga memuji manhajku. Demikian pula seluruh Masyayikh, mereka menyanjung Manhaj ini. Perkara yang sesungguhnya kami lemah padanya. Tidaklah kita berada sejajar dengan mereka, bahkan kami amat lemah.
Namun demikian, justru kita tertuduh Mutasyaddidun (Orang-orang keras) –Barakallahu fiikum-, lalu mereka berdalih bahwa Ibnu Baz yang telah mengatakannya.
Demi Allah, Syaikh Ibnu Baz dahulu memerangi Ahlul Bid’ah, dan mendukung siapa saja yang memerangi Ahlul Bid’ah, serta memuji orang-orang yang memerangi Ahlul Bid’ah.-Barakallahu Fiikum-.
Tunjukkanlah padaku satu bukti yang memperlihatkan bahwa Syaikh Ibnu Baz memerintahkan untuk ‘diam’ salah satu dari Ulama yang membantah ahlul bid’ah. Apakah beliau memerintahkah Syaikh Al Fauzan untuk diam ? Apakah beliau memerintahkan Syaikh At Tuwaijiry untuk diam ? Apakah beliau memerintahkan Rabi’ untuk diam? Apakah beliau memerintahkan Al Albani untuk diam? Tidak ada seorang Ulama pun yang melakukannya.
Para Ulama mereka seluruhnya selalu mendukung dan membantu siapa saja yang menyuarakan kalimat Al Haq dan membantah Ahlul Bathil. Mereka datang bertanya kepada Syaikh Al Utsaimin :” Ini Syaikh Rabi’ dia mengatakan demikian dan demikian karena demikian”. Maka kemudian Syaikh menjelaskan keadaan yang mereka isyaratkan, kemudian Beliau membelaku berulang-ulang dan berkali-kali.
Adapun setelah kepergian Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Al Utsaimin dan Syaikh Al Albani. Mereka melemparkan tuduhan bahwa kita adalah Mutasyaddidun (orang-orang yang keras). Demi Allah, mereka telah berdusta. Demi Allah mereka berusaha menggunakan kesempatan setelah kepergian Para Ulama, dan menurut mereka ini adalah kesempatan. Kemudian mereka berusaha menyerobot Manhaj Salafy dan Salafiyyun, merobek-robek dan memecah belah Salafiyyun dengan berbagai kaedah, landasan dan manhaj, yang itu merupakan seburuk-buruk kaedah dan manhaj yang palsu.
Mereka juga telah mencerai beraikan generasi Salafiyyin di seluruh dunia dengan mendoktrin mereka bahwa “Jama’ah ini adalah Jama’ah yang keras”. Bagaimana ? Apakah kemudian Para Ulama tidak mengingkarinya ? Bagaimana mungkin, sedangkan telah jelas kita mengikrarkan sebagai orang yang bermanhaj Salaf dan sangat keras permusuhannya terhadap Ahlul bid’ah. Ataukah kita mau merendahkan dan mengendorkan dakwah salaf, kemudian kita mau mengikuti jejak ahlul bid’ah ? Ataukah mungkin kita katakan, bahwa kami ini adalah Salafiyyun tetapi kenyataannya kita menempuh jalannya Ahlul bid’ah yang membinasakan ?
Maka berdakwahlah engkau di jalan Allah dengan Hujjah (Argumentasi yang berdasar) dan Burhan (Penjelasan yang berdasar). Mungkin di hadapanmu ada seorang Mubtadi’, Syiah Rafidhah, Shufi, penyembah kubur, maka dengan alasan apapun tetaplah engkau berdakwah dengan Hikmah dan Mauizhah Hasanah, berdakwahlah dengan Hujjah dan Burhan (dengan baik dan lemah lembut,pent).
Akan tetapi apabila engkau menulis buku tentang aqidahnya Syiah Rafidhah, maka sebutkanlah pada mereka terdapat kedustaan, kejahatannya serta sikap ekstrimnya mereka (ghuluw), dan jangan engkau tampakkan perkara-perkara ini (Sikap lembut kita pada mereka). Demikian pula terhadap Shufiyyah, sebutkanlah pada mereka terdapat kedustaan, kejahatan, serta ekstrimitas mereka (menyebutkan keburukannya), dan jangan engkau tampakkan perkara-perkara ini (sikap lembut kita pada mereka).
Apabila engkau sebutkan kedustaan mereka, pengkhianatan, dan kejahatannya, maka mereka akan katakan :”Ini terlalu keras”. Padahal orang-orang Shufi (pengikut sufiyah), ikhwani (pengikut ikhwanul muslimin), hizbi (pengikut sempalan lain), Tahriri (pengikut hizbut tahrir), mereka memiliki kepalsuan, kedustaan, penghianatan, dan kepentingan terselubung.
Ini semua telah Allah jelaskan…(rekaman terputus),…Si Fulan pendusta, si fulan demikian dan si fulan demikian. Demikianlah Barakallahu fiikum, oleh karenanya Terangkanlah.
Ini terdapat Kitab-kitab Jarh Wat Ta’dil, ini terdapat pula Kitab-kitab Aqidah yang tidak mungkin kita akan bisa sejajar dengan mereka (Ulama penulisnya). Para Ulama itu telah mencapai kedudukan tinggi dalam Jihad melawan Ahlul Bid’ah dan Ahlus Syirik, dan Demi Allah kita sekarang sudah tidak mungkin lagi bisa mencapai seperti yang mereka lakukan, apa sebabnya ?
Sebabnya dikarenakan Para Ulama telah memperjuangkan orang-orang yang sedang tumbuh semangat dalam manhaj Salafy, dengan cara menjauhkan dari orang-orang yang menyerang Manhaj yang tegak ini, ataupun menjauhkan dari orang-orang yang mensifatkan Manhaj ini sebagai manhaj yang ‘keras’.
Maka kita memohon kepada Allah Tabaraka Wa Ta’ala agar menyatukan hati-hati kita. Dan saya nasehatkan kepada generasi muda, sebagaimana saya memiliki puluhan nasehat bahkan ratusan nasehat yang saya tujukan kepada generasi muda Salafiyyin. Agar mereka saling mencintai sesama mereka dan saling menyambung hubungan persaudaraan. Semoga pula mereka berperilaku dengan Akhlaq yang mulia dalam muamalahnya Barakallahu fiikum. Juga mereka berperilaku yang mencerminkan kesabaran, akal sehat, dan hikmah.
Dalam kajian-kajianku, ceramah-ceramah, serta hubungan telepon yang mereka menghubungiku via telepon dari berbagai penjuru negeri, Demi Allah aku memotivasi mereka untuk saling menjaga kerukunan.
Adapun orang-orang yang telah menjegal prinsip-prinsip dasar Manhaj ini, mereka telah mencerai-beraikan generasi muda Salafiyyin di seluruh penjuru bumi. Mulai dari ujung timur sampai ujung barat, telah mereka cerai-beraikan, kemudian ditanamkanlah aqidah-aqidah bathil padanya. Setelah itu mereka justru menuduh kita telah memecah belah umat.
Demi Allah saya selalu menganjurkan generasi muda untuk menjaga kerukunan dan kebersamaan. Sebagai buktinya ini ada kitab-kitab karya tulisku, adapula rekaman-rekaman kajianku, itupun sudah tertranskripkan, ini semua sebagai bukti bahwa saya telah berusaha menjaga kerukunan hubungan diantara generasi muda Salafiyyin.
Mulai dari Aljazair, maroko, yaman, syam, palestina, dan berbagai tempat yang lain, saya selalu berusaha mendamaikan dan menjaga keutuhan salafiyyin, yaitu orang-orang yang sudah jelas bagiku bahwa mereka adalah salafiyyin. Saya selalu berusaha menyatukan Salafiyyin sesuai kemampuan yang bisa saya usahakan.
Adapun mereka ini (para penjegal dakwah salafiyyah), Demi Allah mereka telah memecah belah dan mencerai-beraikan. Tidaklah ada suatu suara yang menyerukan untuk berpecah belah dan bercerai berai kecuali pasti mereka akan mendukung suara perusak tersebut.
Barakallahu fiikum, namun kita berlepas diri dari tuduhan-tuduhan dusta (yang dialamatkan kepada kita). Saya jelaskan kepada kalian semua, bahwa Hikmah dalam berdakwah adalah suatu keharusan, akan tetapi apabila…(suara samar),…terjadi pada orang-orang syiah rafidhah dan Ahlul Bid’ah, maka jelaskanlah keadaan mereka yang sebenarnya.
Jangan engkau menzhalimi mereka, jangan engkau tuduh mereka dengan tuduhan dusta, akan tetapi yang benar adalah engkau terangkan keadaan yang sesungguhnya.
(setelah dikumandangkan adzan, Syaikh mengatakan : mari kita selesaikan permasalahan ini terlebih dahulu).
Kelanjutan jawaban Syaikh : “Dahulu Abdurrahman Abdul Khaliq adalah kawan dekatku, Abdurrahman Abdul Khaliq adalah kawan dekatku sampai kelulusan dari Universitas Islam (Madinah) pada tahun 1384 Hijriyah.
Dikarenakan adanya beberapa sebab, dia pindah ke Kuwait. Ia dahulu berdakwah di jalan Allah, dan kami memotivasinya, sehingga kami sangat berbahagia dengan adanya semangat dakwah yang tumbuh dalam Manhaj Salafy.
Setelah itu mulailah terjadi perubahan, perubahan, perubahan, lalu aku menuliskan kepadanya risalah-risalah nasehat yang lembut. Suatu waktu ia datang ke madinah dan ia singgah di Qiblatain…(suara samar)…Saya menyambutnya untuk naik bersama dalam mobilku, kemudian kami mengunjungi Universitas Islam (Madinah) dan berkunjung pula ke rumahku.
Aku selalu menasehatinya, dan masih terus berlanjut nasehatku tersebut kepadanya sampai berselang masa lebih kurang 12 (dua belas) tahun, Barakallahu Fiikum. Hingga kemudian sampailah tingkatan yang lebih dari cukup, dia mulai mencela Para Ulama dan melecehkannya, dan melakukan ini serta itu, saya lalu membantahnya.
Setelah itu muncul Adnan Ar’ur, dia mengaku sebagai seorang Salafy, akan tetapi dia mencela Manhaj Salafiyyah. Dia mengatakan bahwa Manhaj Salafy tidak memiliki landasan kuat, dan Syaikh Ibnu Baz tidak mengajarkan prinsip landasan pokok. Sedangkan Sayyid Quthub dia mengajarkan Prinsip landasan pokok, dan dari berbagai kepalsuan serta kepalsuan (dia serukan).
Mulailah saya membantah Sayyid Quthub, dan dahulu saya masih punya harapan terhadapnya sehingga aku hanya mencukupkan diri dengan beberapa bantahan dari kesalahan-kesalahannya, akan tetapi kesalahan-kesalahan itu telah sangat melampaui batas.
Demi Allah, sebagian dari kesalahan-kesalahan itu ada yang aku membantahnya setelah melalui masa selama 20 (dua puluh) tahun, padahal aku jelas meyakini bahwa itu adalah kebathilan. Hanya saja saya menghendaki bukti-bukti yang mencukupi tentang itu. Setelah saya merasa cukup, maka saya segera membantahnya. Saya tuliskan bantahan-bantahan terhadapnya atas celaan-celaan dia terhadap Para Sahabatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, kemudian Kitab ini dicetak dan tersebar.
Setelah itu berangkatlah Adnan Ar’ur mendatangi As Syaikh Al Albany, dan menanyakan kepadanya perkara-perkara yang disebutkan tanpa rincian dalam kitab itu, …(suara samar). Adapaun Sayyid quthub dia telah mencela Rasulullah Musa Alaihis Shalatu Was Sallam, mencela Para Sahabat, terutama sekali adalah Utsman, Mu’awiyah, dan ‘Amr bin Al Ash. Bahkan dia mencela seluruh ummat ini serta mengkafirkannya. Mengingkari sebagian sifat Allah, mengucapkan tentang Ruh bersifat Azaliyah, ucapan semisal ucapan komunis, dan kesesatan-kesesatan yang tidak tahu mana awalnya dan mana pula akhirnya.
Semua itu saya terangkan didalam kitab ini, Kitab Adhwa’ Islamiyyah ‘Ala Aqidati Sayyid Quthub.
Dia kemudian berangkat membawa kitab ini lalu mendatangi Syaikh Al Albany, dia mempertanyakan kepada Syaikh Al Albany agar mendapatkan jawaban sesuai yang di inginkan oleh hawa nafsunya. As Syaikh Al Albany padahal belum meneliti kitab itu, aku sebutkan didalamnya celaan Sayyid Quthub terhadap Nabiyyullah Musa ‘Alaihis Salam, dan Ar’ur tidak menyebutkan perkara ini kepada Syaikh.
Setelah itu aku sebutkan lagi celaan dia kepada para sahabat, terutama adalah Utsman Radhiyallahu ‘anhum. Hancurlah prinsip-prinsip dasar islam di masanya, hancur pula Ruh Islam olehnya. Gerakan yang memusuhinya dari kelompok Sabaiyah ia kedepankan daripada Manhajnya Radhiyallahu ‘anhu.-Barakallahu Fiikum-. Semua perkara-perkara ini tidaklah disebutkan dihadapan As Syaikh, dan hanya disebutkan secara global saja, sehingga Syaikh Al Albany menjawab dengan jawaban sesuai dengan yang diinginkan oleh hawa nafsu ar’ur.
Justru kemudian dia menyebar luaskan kaset rekaman Al Albany dan melakukan suatu pergerakan yang lebih besar dibanding pergerakan yang sebelumnya.
Saya masih bisa berusaha bersabar atas ulahnya, kemudian di tahun yang sama datanglah sebagian orang dalam satu rombongan yang mengunjungiku.
Maka saya katakan, engkau haruslah meminta maaf, tapi dia justru mencari-cari celah untuk menghindar. Saya katakan lagi kepadanya, engkau harus meminta maaf, dan orang-orang yang hadir mengatakan kepadanya engkau harus meminta maaf. Maka diapun berjanji akan meminta maaf, Barakallahu fiikum, dia berjanji untuk meminta maaf…kemudian yang terjadi malah mengagetkan saya. Dia datang dengan membawa tiga kitab tandingan, kitab ini dan kitab itu yang semuanya berprinsip persis seperti kitabnya Sayyid Quthub, didalamnya terdapat pujian serta sanjungan terhadap Sayyid Quthub, inilah bentuk ‘permintaan maafnya’.
Lihatlah, kenapa dia justru semakin bertambah parah –barakallahu fiik-, semakin bertambah parah lagi ketika dia menjadi pembicara dalam sebuah acara, ia berbicara tentang Jarh Wat Ta’dil bersama orang yang lainnya lagi. Saya tidak ingin menyebutkan nama-nama mereka, lalu mereka menyerangku seperti halnya sebuah kampanye.
Maka aku pun memulai membantah mereka.
Hal ini terjadi setelah berapa waktu ? ini terjadi setelah bertahun-tahun dengan kesabaran yang sangat panjang dan masa menunggu yang lama, Demi Allah saya tidak yakin bila ada yang bisa bersabar (atas mereka) dengan kesabaranku tersebut.
Setelah itu berlalu, muncul Abul Hasan sejak pertama kali, dalam majlis aku telah menemuinya…, dia membela Ahlul Bid’ah beserta tokoh utamanya yaitu Sayyid Quthub, dia juga membela Jama’ah tabligh, serta Ikhwanul Muslimin…(suara terputus)…, semua kerusakan-kerusakan ini aku hadapi dengan lemah lembut.
Aku mengirim kepadanya jawaban, Demi Allah aku melakukannya diam-diam dengan kerahasiaan antara diriku dengan dirinya melalui Faks dariku terkirim dalam faks nya, dan aku tidaklah memberitahukannya kepada seorangpun, Barakallahu Fiikum.
Ternyata setelah itu ia masih terus menerus berkecimpung dalam berbagai kekacauan, fitnah, dan kasus sampai meninggalnya Para Masyayikh. Syaikh Ibnu Baz meninggal, Syaikh Ibnu Utsaimin meninggal, Syaikh Al Albany meninggal. Lalu dia memulai berbagai serangan, dan terang-terangan menampakkan kelompok yang tersendiri, mencela Salafiyyin dengan celaan yang menghinakan dan merendahkan, seperti ini dan itu.
Justru ia memuji Ahlul Bathil-Barakallahu fiikum-, aku menulis dua nasehat sebagai peringatan bagi Abul hasan…, aku menuliskan nasehatku yang kedua dan itu terjadi antara diriku dan dirinya, malah kemudian dia menyepelekan nasehatku, ia bangkit berdiri dan mengumumkan permusuhannya denganku terang-terangan.
Lihatlah oleh kalian, apakah kalian memahaminya ? Kalian paham ini ? Hemmhhh, tidaklah ada seseorang yang mampu bersabar dengan kesabaran seperti ini, tidak ada pula seseorang yang mampu memutuskan dengan bijak seperti kebijakan ini. Demi Allah semua ini aku lakukan dalam rangka membela Manhaj Salafiyyah, dan dalam rangka mempersatukan kalimat. Akan tetapi mereka terjangkiti perpecahan dan kehancuran.
Sudah, adapun sekarang Abul hasan sudah memiliki kelompok tersendiri di Madinah ini, memiliki kelompok sendiri di Yaman, memiliki kelompok sendiri di Libya, di Maroko, dan di berbagai tempat yang lainnya (Barakallahu Fiikum). Diatas manhajnya yang rusak tersebut, aku telah membantah lebih kurang 20 akar penyimpangan dengan argumentasi ilmiyyah dan bukti yang jelas.
Dua puluh manhaj diantaranya adalah manhaj yang luas tak terbatas dan busuk. Dia menginginkan manhaj yang tak terbatas, sehingga Ahlus Sunnah dan seluruh umat ini berjalan diatasnya tanpa terbatasi.
(misalnya) Kita membenarkan tapi jangan menjatuhkan, kita membenarkan tapi jangan Menyalahkan (Al Jarh)-Barakallahu Fiikum-. Berbagai kaedah yang dibuat-buat dalam rangka membantah Al Haq dan menghantam Manhaj Salafiyyah –Barakallahu Fiikum-. Maka aku membantah kaedah-kaedah rusak ini –Barakallahu fiikum-.
Namun demikian, amatlah menyedihkan apa yang terjadi, banyak manusia yang tertipu di berbagai pelosok. Padahal dahulu awal kalinya, di masa hidupnya Para Masyaikh (Ulama), Si Adnan bangkit di masa hidupnya Syaikh Ibnu Utsaimin, para ulama sudah menggolongkannya termasuk Ahlul Bathil. Bangkit kemudian dua belas dari jajaran para ulama membantahnya, menjelaskan kesesatan dan penyimpangan-penyimpangannya, tapi justru dia jatuhkan semua para ulama tersebut, benar-benar ia telah menjatuhkannya.
Kemudian setelah itu dia bergabung bersama-sama dengan Abul Hasan (Al Ma’riby) dan Ali Hasan Abdul Hamid (Al Halaby) di Syam. Mereka ini justru membela mati-matian, dan memastikan kesalafiyahannya sampai hari ini. Datanglah kemudian Abul Hasan (Al Ma’riby) dengan berbagai kaedah bathil dan kerusakan-kerusakan pemikiran serta kesesatan. dan didapatkan di Madinah, di Syam, dan berbagai tempat adanya orang-orang yang membela dan membantunya sampai hari ini.
Setelah itu datang lagi Ali Hasan dengan wabah yang sangat parah, yang selalu datang membantu di setiap fitnah yang terjadi, ia datang dengan penyakit yang mewabah. Terkadang sampai kepada kalian perkara yang sampai kepadanya dan pasti akan sampai pada dirinya.(Barakallahu fiikum).
Sampai sekarang ini mereka menganggap bahwa mereka adalah Salafiyyin sedangkan kita adalah Mutasyaddidun (orang-orang ekstrim).
Mereka mengerjakan semua perbuatan ini yang tidak mungkin dilakukan kecuali hanya Ahlul Bidah saja yang mengerjakan berbagai kaedah palsu ini. Demi Allah tidaklah ini dilakukan oleh Ahlul Bid’ah yang merasa dirinya juga sebagai Salafiyyun, tapi justru kita tertuduh Mutasyaddidun.
Lihatlah hukum-hukum dan kesimpulan-kesimpulan yang sangat berbahaya ini. Barakallahu fiikum, berhati-hatilah kalian, dan berjalanlah di jalannya Manhaj Salaf. Barangsiapa yang mengatakan perkataan yang bathil maka jelaskanlah kebathilannya, dan barangsiapa yang mengatakan Al Haq maka wajib kalian membantunya. “Hendaknya kalian saling tolong-menolong dalam kebaikan dan janganlah kalian saling tolong menolong diatas dosa dan permusuhan”.
Salafus shalih dahulu selalu saling tolong menolong sampai tiba masanya Ibnu Baz, ibnu Utsaimin dan para ulama selain mereka, para ulama itu selalu membela Al Haq. Akan tetapi setelah kepergian mereka, para Ulama ditimpa cobaan –Barakallahu fiikum-.
Setiap kali mereka bangkit mengangkat kepalanya dalam rangka membela Al Haq, datanglah Ahlul Bathil menghancurkannya. Setiap kali mereka bangkit mengangkat kepala dalam rangka membela Al Haq, datanglah Ahlul Bathil melecehkannya.
Justru mereka mendukung orang-orang yang tergelincir dan menyimpang, bahkan mereka menyebutnya sebagai Salafiyyin, adapun kita ini mereka pandang sebagai orang-orang yang ekstrim. Abul Hasan Al Ma’ribi menuduh kita sebagai orang-orang yang Ghuluw (ekstrim), apa sebabnya ? hal itu dikarenakan sebab kita telah mengkritisi Sayyid Quthub, mengkritisi kelompok Ikhwanul Muslimin, mengkritisi Jamaah Tabligh, dan kita mengkritisi semua Ahlul Bid’ah.
Kemudian mereka menyebut kita sebagai Orang-orang Ekstrimis. Demi Allah dia menganggap orang-orang komunis, sosialis, liberalis sebagai muslimin, disisi yang lain dia menganggap Jama’ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin sampai saat ini sebagai Ahlus Sunnah. Padahal dia telah mengetahui bahwa Ulama As Sunnah, diantara Tokoh Ulama As Sunnah tersebut adalah Ibnu Baz dan Al Albany, mereka telah memperlakukan dan menganggap bahwa dua firqah sesat ini yaitu Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh bukanlah termasuk Ahlus Sunnah. Bahkan mereka termasuk Ahlul Bid’ah, dan mereka termasuk diantara Firqah yang pasti binasa.
Akan tetapi dia sampai sekarang masih menentang bimbingan Para Ulama sampai hari ini. Meskipun para Ulama tersebut ada di tengah-tengahnya Tokoh besar seperti Ibnu Baz dan Al Albany,-Barakallahu Fiikum- tetap saja dia menghukumi sebagai Ahlus Sunnah.
Dia juga telah menghukumi bahwa seluruh suku bangsa Islam yang ada, dia katakan bahwa mereka semuanya adalah Salafiyyun. Sehingga Jamaah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin adalah Ahlus Sunnah menurut sangkaannya. Adapun Ahlus Sunnahnya Si Rabi’, Demi Allah mereka adalah golongan ekstrimis, sangat ekstrim, dan hobi melakukan ini dan itu (Perkataan Abul Hasan).
Sayangnya, ketika yang mengunjunginya adalah Syiah Rafidhah –Masya Allah- dia tampakkan adab budi pekerti yang baik. Demikian pula ketika bersama Ahlul Bid’ah yang lainnya, seperti Ikhwanul Muslimin seperti itulah kenyataannya. Dan sampai sekarang dia menganggap dialah seorang Salafy, sedangkan kita adalah golongan ekstrimis.
Hendaknya kalian pahami tipu daya ini, persekongkolan, dan semua tipu muslihat. Apakah kalian tahu, berapa lama aku bersabar (dalam menasehatinya)? Saya sangat bersabar untuk bisa menasehatinya sampai kurun waktu tujuh (7) tahun atau bahkan lebih dari itu. Kemudian, apakah kalian tahu apa yang terjadi ? diskusi yang terjadi antara saya dan dirinya, hingga kemudian dia menimpakan gangguan dan menyatakan permusuhan terhadap Ulama Yaman dan berlepas diri dari mereka beserta Salafiyyin. Sebagian Salafiyyin mengingatkan kepadanya “Seharusnya kamu rujuk”, justru ia menjawab “tidak sama sekali”.
Demi Allah wahai Ikhwan sekalian, barangsiapa yang ada pada dirinya kejujuran dalam bertindak pasti akan dihormati. Dan seorang Salafy yang jujur tindakannya, pasti akan dimuliakan. Sudahlah wahai Ikhwan sekalian, kalau kalian mengaku sebagai Salafiyyin, maka hendaknya kalian mempelajari Manhaj Salaf dari sumber aslinya. Kemudian gigitlah manhaj itu dengan gigi geraham kalian, janganlah sekali-kali kalian gentar dalam menghadapi celaan orang-orang yang mencela itu semua karena Allah semata.
Seandainya Ayahmu, saudaramu, ataukah orang yang paling dekat hubungan denganmu ternyata menyimpang, jelaskanlah kepadanya kenyataan yang ia yakini kebenarannya, ini sebagai nasehat hanya karena Allah semata.
Sesungguhnya agama ini merupakan nasehat. Nasehat bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya dan bagi seluruh pemimpin kaum muslimin beserta keumuman mereka. “Wahai sekalian manusia hendaknya kalian menjadi orang-orang yang menegakkan hukum dengan keadilan, sebagai saksi di hadapan Allah. Meskipun kalian bersaksi untuk kepentingan diri kalian sendiri, orang tua, kerabat…”. Kemanakah ayat-ayat dan hadits-hadits ini dari mereka ? kemanakah orang-orang yang suka membela mereka ? dikemanakan dalil-dalil yang jelas ini ? dikemanakan manhaj Salaf ini ? Dikemanakan Manhajnya Para Ulama Besar ? Dikemanakan Manhajnya Ibnu Baz dan Manhajnya Para Ulama yang lain ? Dikemanakan mereka ini ?
–Barakallahu Fiikum-
Aku mengetahui bahwa ini merupakan bentuk penjerumusan mereka untuk terjadinya fitnah, bid’ah, penyesatan dan bahan tertawaan sebagaimana di istilahkan. Janganlah ada salah seorangpun diantara kalian yang mentertawakan saudaranya yang salah, siapapun dia. Seandainya ada seseorang yang salah, entah itu yang salah adalah Ibnu Taimiyyah yang jelas kesalahannya, ataupun Ibnu Baz yang salah maka kita mengkritiknya, demikian itulah Manhaj kita.
Demi Allah Dzat tidak ada Ilah yang Haq selain-Nya, suatu waktu aku menemui As Syaikh Ibnu Baz. As Syaikh Ibnu Baz beliau mengatakan bahwa beliau ingin menasehatinya (Menasehati Syaikh Rabi’). Maka aku pergi menemui beliau, dan aku berkata kepada beliau : “Ada berita sampai kepadaku bahwa engkau hendak menasehati diriku ?”. Beliau berkata : “Benar”. Aku berkata : “ Apakah nasehat darimu?”. Beliau mengatakan : “Seandainya Ibnu Ibrahim keliru, ataukah Ibnu Baz yang keliru maka kritiklah mereka Demi Allah Dzat tidak ada Ilah yang Haq selain-Nya”.
Ibnu Baz dahulu di setiap acara ceramah, pertemuan, kemudian didapatkan disana ada seseorang yang keliru dalam ucapannya langsung beliau meluruskannya. Kejadian seperti ini sudah umum diketahui oleh setiap orang, setiap mahasiswa Perguruan Tinggi yang terdahulu mengetahui bahwa Syaikh Ibnu Baz tidaklah pernah membiarkan ada kesalahan yang terjadi kecuali pasti meluruskannya. Entah kesalahan tersebut ada di surat kabar, berita, ataupun website, atau apapun itu, tidaklah pernah beliau diamkan, pasti beliau akan mengkritik dan meluruskannya.-Barakallahu Fiikum-
Beliau selalu mendorong Salafiyyin untuk mengkritisi kesalahan, medukung dan memotivasi mereka. Inilah Manhaj Salaf.
Dan Aku Memohon kepada Allah agar mengokohkan kita semua diatas Manhaj Salaf, dan semoga Allah memberikan rizki kepada kita berupa Bashirah didalam agama ini. Sesungguhnya Rabb kita adalah Dzat Yang Maha Mendengar Doa. Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad Wa ‘Ala Alihi Wa Sahbihi.
sumber :http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=114755
unduh Audionya di Sini
Diterjemahkan oleh
Al Ustadz Hamzah Rifai La Firlaz Hafizhahullah
Sumber : http://forumsalafy.net/benarkah-dakwah-salafiyyah-dakwah-yang-keras-dan-ekstrim/
KOMENTAR