Hari ini, sudah berapa orang yang saya sakiti. Ah, mengapa terlalu jauh sampai sehari! Satu jam yang lalu, beberapa saat yang lalu, berapa o...
Hari ini, sudah berapa orang yang saya sakiti. Ah, mengapa terlalu jauh sampai sehari! Satu jam yang lalu, beberapa saat yang lalu, berapa orang yang telah saya bicarakan di hadapan orang lain? Toh, kalaupun itu benar, tetap saja termasuk ghibah yang haram. Barangkali ia tidak mau dibicarakan. Barangkali ia tersinggung dengan ucapan kita. Barangkali itu adalah sebuah aib yang ia merasa malu ada pihak ketiga yang tahu?
“Wahai Rasulullah, apakah kita diazab karena apa yang kita ucapkan?” Muadz bin Jabal bertanya. Maka Rasulullah bersabda, “Bagaimana engkau ini wahai Muadz, bukankah seorang tertelungkup dalam neraka di atas wajahnya tidak lain karena sebab lisannya?” [H.R. At Tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash Shahihah].
Ini baru satu orang, dalam tempo beberapa saat yang lalu. Hari ini, kemarin, lusa, dan seterusnya, tak terhitung berapa puluh atau ratus korban lisan ini. Akankah korban-korban terus bertambah? Padahal, pemilik lisan inilah korban yang sesungguhnya. Pemilik lisan itulah yang akan berat mempertanggungjawabkannya.
Tidakkah melihat, mereka yang mau bicara saja terbata-bata, atau yang bisu tanpa ada kata-kata? Lihatlah, sungguh nikmat lisan ini sangat besar. Atau hampir tidak ternilai dengan dunia seisinya. Dalam kenyataan seperti itu, justru lisan ke sana ke mari menjatuhkan martabat orang lain. Jangan heran, banyak orang binasa karena lisan!
Memang, menjaga lisan butuh perjuangan dan kesabaran. Bukan sehari dua hari, bukan setahun dua tahun, bahkan butuh waktu yang panjang untuk mampu mengekangnya. Malik bin Dinar pernah mengatakan, “Sabar adalah diam, dan diam adalah bagian dari kesabaran. Tidaklah orang yang bicara lebih baik dari pada orang yang diam, kecuali orang yang paham saat diam dan mengerti kapan harus bicara.” [dalam kitab Hilyatul Auliya’, karya Abu Nu’aim ].
Nampaknya kita sangat butuh untuk meminta pertolongan kepada Allah agar mampu menjaga lisan, dan lebih dari itu mensyukurinya. [farhan].
Sumber : Majalah Tashfiyah
KOMENTAR