Metode Tepat Memperoleh Ilmu : Membaca. Menghafal. Mendengar
Oleh: Asy-Syaikh Khalid bin Dhahwi azh-Zhafiri hafizhahullah
Wajib atas Penuntut Ilmu Syar’i untuk memenuhi dua hal, atau bahkan tiga perkara yang merupakan jalan untuk mendapatkan Ilmu.
Tiga perkara tersebut adalah:
- Membaca.
- Menghafal.
- Mendengar
MEMBACA
Hendaknya dia menyediakan waktu untuk membaca kitab-kitab (para ulama, pen). Juga meringkasnya, dan mempelajarinya.
Wajib baginya untuk menyediakan jadwal harian untuk membaca dan memilih kitab yang sesuai dengan kemampuan ilmiyahnya. Janganlah dia beranjak ke kitab dengan tingkatan yang lebih tinggi, sehingga ia mengalami berbagai masalah yang akan kami jelaskan nanti Insya Allah.
Wajib baginya untuk menyediakan jadwal harian untuk membaca dan memilih kitab yang sesuai dengan kemampuan ilmiyahnya. Janganlah dia beranjak ke kitab dengan tingkatan yang lebih tinggi, sehingga ia mengalami berbagai masalah yang akan kami jelaskan nanti Insya Allah.
MENGHAFAL
Begitupula ia juga harus menyediakan jadwal untuk menghafal.
Pertama kali yang harus dia hafal adalah Kitabullah Subhanahu wa Ta’ala. Dia harus bersungguh-sungguh menghafalkan Kalamullah Azza wa Jalla (Al-Quran). Dia harus selalu memiliki hubungan dengan Al-Quran dan punya jadwal untuk membacanya sehingga ia tidak termasuk dalam firman Allah:
Pertama kali yang harus dia hafal adalah Kitabullah Subhanahu wa Ta’ala. Dia harus bersungguh-sungguh menghafalkan Kalamullah Azza wa Jalla (Al-Quran). Dia harus selalu memiliki hubungan dengan Al-Quran dan punya jadwal untuk membacanya sehingga ia tidak termasuk dalam firman Allah:
(وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا)
Artinya: “Rasul shalallahu alaihi wa sallam berkata: Wahai Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sebagai sesuatu yang ditinggalkan”. [Surat Al-Furqan 30]
Begitupula ia menghafalkan matan-matan ilmiah di berbagai bidang studi yang mudah baginya dan secara berurutan.
MENDENGARKAN
Janganlah yang menjadi syaikhmu (gurumu, pen) adalah kitab saja. Ini adalah realita nyata yang dijumpai. Hal ini banyak kita dapatkan pada orang otodidak (belajar sendiri tanpa guru) – katanya – ternyata tidak semangat menghadiri durus (pelajaran-pelajaran) yang disampaikan oleh para Ulama, tidak pula duduk di hadapan mereka, tidak pula belajar dari Para Masyaikh Sunnah.
Kau dapati hasil akhirnya bermunculan darinya berbagai kesesatan, kebid’ahan, penyimpangan dalam keadaan ia tidak menyadari, bahkan menyangkanya sebagai Al-Haq.
Kau dapati hasil akhirnya bermunculan darinya berbagai kesesatan, kebid’ahan, penyimpangan dalam keadaan ia tidak menyadari, bahkan menyangkanya sebagai Al-Haq.
Inilah prinsipnya. Maka dari itu, terdapat atsar dari Al-Imam Malik rahimahullah:
لا يؤخذ العلم من ثلاث
Artinya: “Ilmu tidaklah diambil dari 3 golongan”
Di antaranya beliau sebutkan:
و من لم يعرف بالرحلة في طلب الحديث.
“Orang-orang yang tidak dikenal pernah rihlah (bepergian, pen) untuk belajar hadits”
Di antaranya beliau sebutkan:
و من لم يعرف بالرحلة في طلب الحديث.
“Orang-orang yang tidak dikenal pernah rihlah (bepergian, pen) untuk belajar hadits”
Apa maksudnya “RIHLAH fii thalabil hadits”? Maknanya adalah : BERJUMPA dengan para Ulama dan BELAJAR LANGSUNG dibawah bimbingan mereka.
Hal ini, wahai saudara-saudaraku seperti yang aku jelaskan, kemudahan di zaman kita sekarang lebih banyak daripada kemudahan di masa lalu. Al-Imam Ahmad rahimahullah -sebagaimana kita diketahui- termasuk penduduk kota Baghdad, Irak. Beliau pergi (rihlah) ke Yaman belajar kepada Al-Fadhl bin Dukain bersama Al-Imam Yahya bin Ma’in rahimahullah. Mereka berangkat, dan ketika itu sedang musim haji. Mereka berkata:
نذهب إلى الحرمين فنحجُّ، و نلتقي بعلماء الحرم، ثم نرحل إلى اليمن.
“Kita akan pergi ke Negeri Haramain, lalu berhaji. Kita akan menemui para Ulama Negeri Haram (untuk menimba ilmu kepada mereka, pen), kemudian kita akan melanjutkan pergi ke Yaman”.
Perhatikanlah rihlah tersebut. Perjalanan yang panjang. Mereka duduk (di hadapan syaikh yang menjadi tujuan rihlahnya) berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Mereka rihlah ke Yaman.
Allah Azza wa Jalla memberi kemudahan Al-Fadhl pula berhaji pada tahun tersebut. Al-Imam Yahya rahimahullah berkata:
Allah Azza wa Jalla memberi kemudahan Al-Fadhl pula berhaji pada tahun tersebut. Al-Imam Yahya rahimahullah berkata:
يسر الله عز و جل عنا تلك الرحلة، فنأخذ العلم منه هنا.
Artinya: “Allah memudahkan untuk kita rihlah tersebut. Kalau begitu kita mengambil ilmu darinya (Fadhl bin Dukain) disini saja. ”
Maka Al-Imam Ahmad rahimahullah mengatakan – ini menunjukkan pada tekad dan keinginan yang bulat untuk rihlah – :
لا أقطع نية نويتها لله، بل نرحل إلى اليمن معه
Artinya: “Aku tidak akan memutuskan niatku yang telah aku niatkan untuk Allah. Kita akan tetap melanjutkan rihlah ke Yaman bersamanya (Fadhl bin Dukain)!!”
Mereka pun akhirnya rihlah ke Yaman bersama Al-Fadhl bin Dukain rahimahullah.
Contoh yang semisal ini banyak.
Di masa kita sekarang ada berbagai radio. Para Ulama ada. Dengarkan (siaran muhadharahnya, pen) jika kau belum bisa berjumpa langsung dengan mereka. Dengan tetap diiringi semangat yang tinggi untuk berjumpa dan belajar di bawah bimbingan mereka. Terkhusus sedikitnya jumlah mereka di zaman ini yang diketahui berakidah bersih dan bermanhaj dengan Manhaj Salafus Shalih.
Bersemangatlah untuk berjumpa dan pergi belajar (rihlah) kepada mereka.
Jika hal tersebut belum bisa engkau lakukan, makaradio-radio Ahlussunnah (yang menyiarkan pelajaran-pelajaran para Ulama, pen) dan rekaman-rekaman mereka begitu mudah didapat.
Dengarkanlah dan bacalah kitab-kitab mereka beserta syarahnya. JALINLAH HUBUNGAN DENGAN AHLUL ILMI.
Jika hal tersebut belum bisa engkau lakukan, makaradio-radio Ahlussunnah (yang menyiarkan pelajaran-pelajaran para Ulama, pen) dan rekaman-rekaman mereka begitu mudah didapat.
Dengarkanlah dan bacalah kitab-kitab mereka beserta syarahnya. JALINLAH HUBUNGAN DENGAN AHLUL ILMI.
Maka, bersandar semata kepada kitab, tanpa merujuk kepada Para Ulama, termasuk rintangan yang menghalangi seorang Penuntut Ilmu untuk sampai kepada tingkatan Ulama.
Sulaiman bin Musa Al-Faqih rahimahullah berkata:
كانوا يقولون لا تأخذ القرآن عن المصحفيين، و لا العلم عن صحفيّ.
Artinya: “Dahulu mereka (Salaf) berkata: “Jangan kalian mengambil Al-Quran (mempelajari) dari Mushafiyyin, jangan pula mengambil ilmu dari Suhufy”.
“Al-Mushafiy”: maknanya adalah orang yang mempelajari Al-Quran tanpa merujuk kepada Al-Qurra (Orang yang berilmu tentang Al-Quran), juga tidak mendengarkan darinya. Engkau akan mendapati beragam kesalahan pada orang-orang yang belajar Al-Quran hanya dari mushaf.
Demikian juga orang yang belajar dari “Suhufy”. Suhuf yang dimaksud adalah kumpulan kertas yaitu kitab-kitab, tanpa merujuk kepada Para Ulama. Tidaklah diambil ilmu dari mereka.
Seyogyanya bagi Penuntut Ilmu untuk bersemangat dalam bab ini.
Diterjemahkan dari : http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=42839
Sumber : http://daurah.asysyariah.com/metode-tepat-memperoleh-ilmu/
KOMENTAR