Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa’i Hafidzhahullah Jangan tergesa-gesa menilai seseorang hanya dari bentuk lahiriah saja. Pesan pe...
Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa’i Hafidzhahullah
Jangan tergesa-gesa menilai seseorang hanya dari bentuk lahiriah saja. Pesan penting ini diucapkan oleh lisan bayi yang masih menyusui.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim melalui shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah berkisah tentang tiga bayi yang bisa berbicara dan bercakap-cakap di masa Bani Israil. Inilah kuasa dan tanda kebesaran Allah. Bisu dan bicara adalah hak Allah untuk menentukannya pada makhluk. Binatang dan benda-benda mati pun mampu berbicara dengan izin dari Allah.
Selain Nabi Isa ‘Alihissallam dan bayi yang dilahirkan seorang wanita nakal lalu dituduhkan sebagai anak Juraij -seorang ahli ibadah terkenal- , masih ada lagi bayi yang dikisahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu bercakap-cakap dengan ibunya. Jangan heran! Allah maha mampu untuk melakukan apa saja.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertutur bahwa dahulu kala, seorang ibu sedang menyusui anaknya. Tidak lama berselang, melintaslah seseorang yang mengendarai seekor kuda. Gagah dan kuat. Pakaiannya pun terlihat mewah dan mahal. Langsung saja sang ibu mengatakan, “Ya Allah, jadikanlah putraku ini kelak seperti orang itu.”
Seketika itu juga, putranya yang masih bayi berhenti menyusu lalu melihat dan memperhatikan orang tersebut. Apa kata si bayi? “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan diriku seperti orang itu.” Setelah itu ia kembali menyusu.
Beberapa saat berikutnya, nampak terlihat seorang gadis sedang dipukuli oleh sekelompok orang sambil mereka berteriak, “Dasar Pelacur! Dasar pencuri!” Sementara sang gadis hanya mengucapkan, “Hasbiyallah wa ni’mal wakil” Melihat kejadian tersebut, sang ibu berdoa, “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan putraku seperti gadis itu.”
Mendengar doa sang ibu, bayi itu berhenti menyusu lalu melihat dan memperhatikan kondisi si gadis yang sedang dipukuli. Apa kata si bayi ? “Ya Allah, jadikanlah diriku seperti gadis itu.”
Sang ibu heran dan terkejut! Lalu terjadilah sebuah percakapan ringan antara ibu dan anak.
“Aneh! Saat orang gagah itu lewat melintas, aku mengatakan, ‘Ya Allah jadikanlah putraku kelak seperti orang itu.’ Kenapa engkau malah mengatakan, ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan diriku seperti orang itu.’ Berikutnya, ketika orang-orang itu menggiring seorang gadis sambil dipukuli dan diteriaki ‘Dasar pelacur! Dasar pencuri!’ aku mengatakan, ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan putraku seperti gadis itu.’ Kenapa engkau malah mengatakan, ‘Ya Allah, jadikanlah diriku seperti gadis itu,’?” tanya sang ibu.
Putranya yang masih bayi menyusui lalu menjelaskan, “Orang gagah itu adalah seorang yang sombong dan congkok. Oleh sebab itu, aku berdoa, ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan diriku seperti orang itu.’ Gadis itu dituduh berzina padahal ia tidak melakukannya. Gadis itu dituduh mencuri padahal ia tidak melakukannya. Oleh sebab itu, aku berdoa, ‘Ya Allah, jadikanlah aku seperti gadis itu (yang selamat dari maksiat).”
Subhanallah!
Kisah mengagumkan
Ia selalu bersedekah, membantu yang tidak mampu, menyumbangkan harta dan selalu disebut-sebut sebagai seorang dermawan. Padahal ia selalu mengungkit-ungkit semua yang pernah ia berikan.
Wajahnya cantik rupawan atau gagah menyenangkan. Tidak ada cacat barang setitik. Selalu menjadi lambang dan buah bibir orang-orang. Sayang, hatinya jahat dan penuh kedengkian.
Tinggi kedudukan dan jabatannya. Ia dipuja dan disanjung sebagai seorang tokoh ternama. Hanya sedikit yang tidak mengenalnya. Hanya saja, semua itu ia peroleh dengan cara-cara lotor dan curang.
Pakaiannya agamis. Cara berbicara dan tutur katanya begitu sopan. Masjid tidak pernah ia tinggalkan. Tanda-tanda ibadah nampak di wajahnya. Ternyata, hatinya dipenuhi dengan riya’ dan sum’ah. Na’udzu billah min dzalik.
Alangkah tentramnya kehidupan seorang hamba yang bertaqwa dan selalu merasa cukup, qana’ah. Hidupnya tidak dikenal oleh banyak orang. Ia sibuk dengan ibadah kepada Allah dan menggembalakan kambing di lereng-lereng bukit. Ia benci popularitas. Ia benci germelap dunia. Ia tidak suka kedudukan dan sanjungan. Hanya Allah tujuannya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kedekatannya kepada Allah:
“Tidak sedikit hamba yang tubuhnya diselimuti debu. Ia diusir dari pintu ke pintu. Padahal, seandainya ia bersumpah dengan nama Allah, pasti Allah akan wujudkan sumpahnya.” [H.R. Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu].
Sungguh! Biarlah hina di mata manusia, asalkan mulia dan terpandang di sisi Allah. Apa senangnya menjadi hamba yang dibenci Allah, walaupun disanjung dan dipuji manusia. Janganlah terburu-buru menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya. Barangkali orang yang anda pandang hina dan rendah, jauh lebih mulia di sisi Allah.
[Sumber : Majalah Qudwah Edisi 8 Vol.01 2013 Hal. 56-58]
KOMENTAR