BOLEHKAH SEORANG SUAMI BERKATA PADA ISTRINYA WAHAI UMMI (IBUKU) ATAU UKHTI (WAHAI SAUDARIKU)?
BOLEHKAH SEORANG SUAMI BERKATA PADA ISTRINYA WAHAI UMMI (IBUKU) ATAU UKHTI (WAHAI SAUDARIKU)?
Apakah boleh seorang suami berkata kepada isterinya, “Wahai ibuku” atau “Wahai saudariku” dengan maksud kecintaan?
Asy-Syaikh pernah ditanya sebagaimana dalam “Masail al-Imam Ibn Baz” hal 194:
1. Asy-Syaikh pernah ditanya tentang ucapan seorang suami kepada isterinya, “Wahai saudariku”?
Jawaban: Meninggalkannya lebih utama. Namun ia katakan, “Saudariku karena Allah,” sebagaimana yang diucapkan oleh Ibrahim kepada isterinya Sarah: “Engkau adalah saudariku,” yakni karena Allah.
2. Al-‘Allamah al-‘Utsaimin –semoga Allah merahmatinya – di dalam “Fatawa Nurun ‘Alad Daarb lil ‘Utsaimin” kaset no. 185 pernah ditanya:
Apakah boleh seorang suami berkata kepada isterinya, “Wahai saudariku,” atau “Wahai Ibuku” dengan maksud kecintaan saja?
Maka beliau semoga Allah merahmatinya menjawab:
Ya, boleh seorang suami berkata kepada isterinya, “Wahai saudariku,” “Wahai Ibuku” dan yang semisalnya dari kata-kata yang dapat menimbulkan kecintaan dan kasih sayang. Meskipun sebagian ‘ulama memakruhkan seorang suami mengatakan ungkapan-ungkapan semisal ini kepada isterinya. Namun (yang benar) tidak ada sisi untuk memakruhkannya karena amalan itu tergantung dengan niatnya. Orang ini tidak memaksudkan dengan kata-kata ini bahwa isterinya seperti saudarinya dalam pengharaman dan dalam hubungan mahram, namun ia hanya ingin memperlihatkan kasih sayangnya dan menunjukkan kecintaannya kepada sang isteri. Dan segala sesuatu yang dapat menjadi sebab kecintaan antara suami isteri, baik itu dari arah suami maupaun dari arah sang isteri, maka itu merupakan perkara yang dituntut.
3. Para ‘Ulama sebagaimana dalam “Fatawa al-Lajnah ad-Daimah” 1 (20/274) pernah ditanya:
Pertanyaan pertama dari fatwa no. 557:
Soal 1: Sebagian orang berkata kepada isterinya: “Saya saudaramu dan engkau saudariku,” maka apa hukumnya?
Jawaban: Apabila seorang suami berkata kepada isterinya: “Saya saudaramu” atau “Engkau saudariku,” atau “Engkau ibuku,” atau “Engkau seperti ibuku” atau “Engkau bagiku seperti ibuku atau saudariku,” apabila dengan itu ia menginginkan semisal dengan apa yang telah disebutkan dalam hal kemuliaan, hubungan, kebaikan, penghormatan, atau ia tidak memiliki niat, atau di sana tidak tanda-tanda yang menunjukkan keinginan (niatan) zhihar, maka ucapan yang keluar darinya tersebut bukanlah zhihar dan tidak melazimkan apa-apa.
Namun bila dengan kata-kata ini dan yang semisalnya, ia menginginkan (meniatkan) zhihar, seperti keluarnya kata-kata ini karena marah kepada isteri atau sebagai ancaman baginya, maka yang demikian itu adalah zhihar dan itu diharamkan.
Mengharuskan ia bertaubat dan mewajibkan membayar kaffarah sebelum ia menyentuhnya (mencampurinya) yaitu dengan membebaskan budak. Bila tidak ada, maka dengan berpuasa dua bulan berturut-turut. Bila tidak mampu, maka dengan memberi makan enam puluh orang miskin.
Hanya di tangan Allah jualah taufik itu. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para shahabatnya.
Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiah wal Ifta’
Ketua: Ibrahim bin Muhammad Alu asy-Syaikh
Anggota : ‘Abdullah bin Mani’
‘Abdullah bin ‘Ghudayan
‘Abdurrazzaq ‘Afifi
Sumber : Majmu’ah al Barokatu Maa Akaabirikum
Alih bahasa : Syabab Forum Salafy
http://forumsalafy.net/bolehkah-seorang-suami-berkata-pada-istrinya-wahai-ibuku-atau-wahai-saudariku/
—————————————————
KOMENTAR